Hati itu kaya makna

Nggak semua yang dirasakan itu bisa dan layak untuk diutarakan.

Hati itu kaya rasa

Sebaliknya, tidak semua yang diutarakan itu juga bisa tersampaikan dan diterjemahkan dalam hati, kecuali rasa.

Hati itu jujur

Tak Ada tawa dan duka dalam kepalsuan. Biar hati yang menentukan

Hati itu peka

Seringkali semua yang terlihat menjebak manusia dalam persepsi, terkadang dangkal.

Hati itu Dunia

Semua misteri di dunia ini mampu kita pecahkan, kecuali dalamnya hati seseorang. Manusia tercipta bukan untuk menyakiti dunia. Karena dunia ada dalam hati manusia.

Senin, 03 Februari 2014

Senja dan Kamu

S E N J A

Salah satu hal yang selalu aku rindukan disetiap hari selain matahari terbit, adalah ketika matahari hendak berpindah ke sisi dunia yang berbeda. Yap, kita sering menyebutnya senja. walau ini bukanlah sebuah ungkapan yang tepat. Sebenarnya, tiada yang terlalu spesial dengan senja. Ketika umurmu 30 tahun, setidaknya selama 20 tahun hidupmu dipertemukan dengan senja. 365 hari x 20 =  7300 hari kemungkinan dimana kamu melewatkan sore harimu bersua dengan senja. Sesuatu yang sederhana, namun pada beberapa moment tertentu kaya akan makna.


Saya sendiri bingung mendeskripsikan perasaan ini. Namun, saya tidak dapat berbohong untuk tidak mengatakan bahwa senja itu anugerah. Kado istimewa dari Tuhan untuk umatnya yang selalu peduli dan memperhatikan lingkungannya. Persembahan sederhana penguasa jagat raya untuk semua mahluk yang percaya bahwa heterogenitas menjadi awal dari keserasian. Potongan kecil dari Surga, untuk mereka yang menghargai perbedaan.
 Perlukan kita membicarakannya dari segi tehnis? Jujur, saya takut kualat karena ini terjadi karena tangan-tangan ajaib Ilahi. Senja ada ketika matahari mulai turun dan menuju ufuk barat, masa dimana terbenamnya matahari. Senja sendiri didefinisikan menjadi 3 bagian.
1. Senja Sipil. 6 derajat dibawah cakrawala di malam hari. Beberapa planet dan bintang terlihat dengan mata telanjang.
2. Senja Nautikal. 12 derajat dibawah cakrawala dimalam hari. benda dan cakrawala tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
3. Senja Astronomi. 18 derajat dibawah cakrawala dimalam hari. Matahari tak menerangi langit, dan tak lagi bertentangan dengan pandangan astronomis.
Senja berbeda dengan terbenamnya matahari. (sumber : Wikipedia)
Gimana? cukup pusing dan tetap tidak bisa mendefinisikan sesuai perasaanmu kan? Yapp, itulah manusia. kita cuma bisa merencanakan, tapi yang Kuasa yg berhak memutuskan.

Capek kalo harus ngomongin tehnis. Sering sekali akhirnya kita terjebak pada sesuatu yang jauh dari esensinya. Senja terlalu indah untuk didefinisikan. Bahkan oleh sastrawan sekelas Pramoedya Ananta Toer pun takkan pernah sanggup untuk memberikan definisi yang menyeluruh tentang senja. Momen ini sering datang tanpa diduga, dan terkadang justru semacam cinderamata ketika hati sedang bergejolak. Mata semacam mendapatkan pasangan abadinya. Mendadak ada harmoni fana yang terngiang ditelinga. Getaran demi getaran merasuk dalam hati, lalu mengintervensi jantung dan mendistribusikan emosi keseluruh tubuh. Tidak perlu ada kata, hanya makna yang bergeliat untuk saling memenuhi tanda tanya dalam raga. Hembusan nafas pun beradu dengan setiap sekresi yang melintasi pori-pori. Luar biasa, bahkan itu baru sebuah phrase dari saya, dan masih ada 200 juta manusia yang tentunya memiliki definisi yang takkan pernah sama.

Keindahan itu bisa datang dalam kondisi apapun.
Keindahan tidak pernah memandang kondisi karena dia akan senantiasa hadir sebagai perwujudan kasih sayang alam terhadap manusia yang terkadang lupa akan kekekalan semesta.
Senja bak harmoni, atau kita yang menganggapnya harmoni.
Senja sesederhana mencintai, dibutuhkan sebuah alasan yang kuat yang menyatakan bahwa kita tidak punya alasan apapun untuk cinta.
Ornamen-ornamen ini punya warna masing-masing. Mereka semuanya indah, Namun, ketika mereka semua menjadi satu dalam senja, mereka sempurna.
Bukan bagaimana senja itu datang, tapi bagaimana dia menjadi inspirasi ditengah galaunya galaksi dalam bereaksi.

Terserahlah orang mau bilang bahwa senja itu berbeda dengan matahari terbenam. apapun itu, senja adalah anugerah terindah yang pernah saya terima. Mungkin banyak senja-senja lain yang lebih indah, tapi kamu satu, senja yang sempurna. senja yang sengaja ditunjukkan dan dihadiahkan Tuhan buat saya.


NB : Semua foto ini diambil dari twitter pada 25 desember 2013. foto-foto ini diunggah oleh Afgansyah Reza, Agnes Monica, Adib Hidayat, Motuls, Dhipa Barus, dan Bernard. Terimakasih atas semua foto yang menginspirasi.







Rabu, 11 Desember 2013

Memo Buat Mama

Dulu, semua terasa ramai.riuh.
Tidak ada yang benar, walau benar tidak selamanya benar.
Malam akan selalu menjadi wacana istirahat
Karena mama akan selalu merenggutnya.
Rumah kita, istana kita. itu wasiatnya.kelak.

Hari demi hari menjadi momok
Tidak ada ketenangan, tidak ada kerinduan
Ego menjadi panduan berfikir dangkal
Benci karena harus menjadi antek liarnya imajinasi
Rumah kita, Istana kita. itu wasiatnya, kelak.

Namun, sekarang kami sedikit bahagia.
Tak ada lagi lengkingan dan pekik kemarahan
Takdir terjadi dan dia kembali.
semua berubah menjadi kesunyian.
Bahagia yang fana. Sedih dalam sebenarnya.
Rumah kita, istana kita, itu wasiatnya, kelak.

Meja itu berserakan. Kursi menjadi saksi penyesalan
Halaman menjadi sulaman daun.
Kamar tak ubahnya kandang sapi
Dapur menjadi arena pembunuhan
Tak ada lagi keteraturan
Semuanya seolah hilang ditelan pusara
Air mata menggarami semua manisnya bahagia
Sepi, namun semuanya berkecamuk dalam hati
Rumah kita. istana kita. itu wasiatnya, kelak

Aku masih disini.
mengambil secarik kertas, menuliskan sebuah kalimat
Kuselipkan dalam sanubari.
Kelak kukirimkan disetiap doa
Aku kangen mama.
Rumah kita, istana kita. Mama yang selalu jadi bidadarinya.

Sabtu, 07 Desember 2013

Doktor Filsafat dan Dokter Firasat

Sore yang sendu
                Seperti biasa aku merencanakan sore yang diliputi gerimis ini dengan secangkir latte, kretek dan merenungkan perjalanan hidup. Tempat favoritnya adalah teras atas warungku. Dimana biasanya para pengunjung akan jarang menyambangi tempat ini ketika gerimis datang. Sepi namun menyenangkan. Seolah aku sedang memaknai surgaku. diam dan terkadang tersenyum sendiri. Abstrak tapi menyandu.

                 Namun, sore ini rencana rutinku terusik pada 2 orang laki-laki yang duduk didekat kursi dimana aku duduk. Mataku tertuju pada sebuah perdebatan antara dua orang intelektual muda. Mereka sama-sama bersikukuh dengan konsep berfikirnya. Argumen demi argumen terlontar dari masing2 pihak. Semakin lama semakin tajam. Aku terkesiap mendengarnya. Semuanya nyaris masuk dalam logikaku. Setap kalimat  mereka seperti memiliki nilai magis yg luar biasa. Penuh karakter dan dalam.

                 Pada awalnya aku berusaha cuek, dan menganggap perdebatan mereka sebagai bagian dari heterogenitas pemikiran antar sahabat. Sebuah konsep obrolan yang bertujuan menghabiskan waktu. Semacam basa basi. Ya, walau nggak banyak orang yang memahami konsep itu. Namun lama kelamaan aku terusik. Dialektika yang terjadi begitu menarik. Mereka berdua sungguh membiarkan tingkat kecerdasan mereka menguasai ego. Liar namun terarah. Aku tidak bisa membayangkan ketika salah satu dari mereka adalah orang yang bodoh. Pasti gelas minuman itu sebentar lagi akan melayang.

                Akhirnya aku mengenali dua orang ini. Yg tinggi kurus yg sering dipanggil "Kris". Entah Kristanto, atau siapalah. Yang berpostur sedang dan agak gemuk bernama "Ta". Mungkin Genta, Tata, atau Hatta. Kris ketika berbicara pendekatannya selalu historis dan dikombinasikan dengan teori2 yang terkait. Ta selalu berbicara dengan basis medis serta logika perasaan. Kombinasi yg unik menurutku untuk mengulik sebuah problem. Mereka terus berdebat, sesekali gurauan hadir di tengah keseriusan mereka. Terkadang Kris berdehem sambil bergumam ketika Ta menyampaikan argumen yang aneh. Sebaliknya, Ta terkadang mengernyitkan alis sambil tersenyum pahit ketika meragukan validitas dari teori yang disampaikan Kris.

                Aku menemukan surga baru. Semua rencana menikmati sore yang sendu dengan segala macam atributnya berubah total. Aku mendadak merasa hangat, dan akhirnya penuh semangat menyimak perdebatan dua orang sahabat ini. Tak terasa kursiku pun bergeser. Mengarah menghadap mereka. Yap, pertunjukan dimulai.

                Mereka semakin larut dalam perdebatannya. Gurauan pun sudah berubah menjadi tertawa yang menggema. Suara-suara datar pun berubah menjadi nada-nada yang terkadang melengking. Aku mulai merasakan getaran ego yang semakin tinggi diantara mereka. Dan semakin keras, semakin emosional. Lalu tiba-tiba..

                Mereka berhenti. Saling bertatapan tanpa bicara. Semacam sebuah transaksi kata lewat batin. Aku kecewa. Karena aku sempat bertaruh dengan setan-setan didalam hatiku mengenai bagaimana akhir dari kisah ini. Antara terjadi perkelahian, atau salah satu diantaranya tiba-tiba keluar dari arena perdebatan. Ternyata aku dan Setan dalam diriku sama-sama salah. kami semakin salah ketika menemukan mereka berpelukan. Hangat dan dalam sekali. Seperti dua saudara yang berpuluh tahun tidak bertemu. Aku merasa bersalah telah menghakimi akhir dari percakapan mereka. Sungguh diluar dugaan. Dramatis sekali. Aku akhirnya merasa perlu untuk tahu, kenapa ini bisa berakhir diluar ekspektasiku. Dengan sedikit malas, kulangkahkan kaki dengan gontai menuju meja mereka. Berat sekali.

                Serasa 2 jam untuk sampai pada meja mereka yang berjarak 3 langkah dari mejaku. Tapi apa boleh buat, daripada penasaran. Aku pun sampai di meja mereka. Sedikit kelu lidah ini untuk memulai. Akhirnya pita suara ini berderat.
 "Permisi mas mas, saya mau tanya nih", tanyaku pelan.
 "Oh, ya mas, gimana?", jawab Kris.
 Aku terdiam. Semacam bingung mau memulainya dari mana.
 "Lho mas, katanya mau tanya?", tanya Ta. Dia nampaknya menangkap gelagat bingungku.
 Aku harus berani, ujarku dalam hati.
 "Jadi gini mas, sebelumnya mohon maaf atas kelancangan saya. Daritadi sebenarnya saya menyimak perdebatan kalian berdua. Perhatian saya tidak bisa lepas dari pembicaraan kalian. Semakin lama terdengar semakin penuh dengan amarah. Tapi jujur saya bingung, kenapa perdebatan ini berakhir dengan berpelukan hangat. Sebenarnya apa yg terjadi?" Ujarku panjang. 
"Kami tau kog kalau kamu menyimak", ujar mereka. Matilah aku. pucat.

                Tiba2 mereka tertawa terbahak-bahak, semakin lama semakin kencang. Terkadang bersahut-sahutan. Mata mereka tak lepas dari sosok bodoh yang barusan bertanya. Iya, itu aku. Dan aku merasa seperti badut yang gagal membuat adegan yang menghibur. Kaku namun tak bertulang. Dingin pucat pasi. Akhirnya setelah reda, mereka memandangku.
“Kami ini dulu pernah saling mencintai, ujar Kris”.
 Astaga, berarti mereka Gay!, mimpi apa aku sore ini. 
 "Kamu gay ya mas?", tanya Kris.
Aku serasa mati dan dihidupkan untuk kemudian dibunuh kembali. Pucat sudah tidak lagi menghiasi wajahku. Mungkin sekarang wajahku berwarna ungu kebiruan. Pasokan aliran darah ke seluruh tubuh nampaknya berhenti. Mudah-mudahan hanya sementara.
“Tapi kami bukan gay lho, tambah Ta”.
 Hatiku lega. Jantungku mendadak kembali bekerja.
“ Kami sahabat dari kecil, dan berpisah ketika lulus SMA, 12 tahun yg lalu. Kami menghabiskan masa-masa kecil dan remaja dengan berdebat, hampir setiap bertemu. Kami menikmatinya. Dan terakhir perdebatan kami 12 tahun yang lalu, adalah mengenai kebetulan dan keharusan jodoh, serta kemungkinan apakah kami saling mencintai. Dan sekarang, kami mengulanginya lagi, walau dengan posisi sama2 sudah menikah, cerita Ta”. Pelan, terarah namun dalam.
“Kami berpelukan, karena kami menemukan kesimpulan bahwa kami masih saling mencintai pemikiran antara satu sama lain. Dan perdebatan ini merupakan cara kami menilai apakah dia masih "secerdas" dulu, Tambah kris". "Dan sore ini, setelah 12 tahun terpisah, kami kembali sepakat bahwa kami masih saling mencintai satu sama lain. Perubahan yang abadi, namun tetap bisa saling melengkapi. Ta menambahkan”.

              Aku semakin bingung. Seribu kata yang sudah disiapkan sirna ditelah gerimis.  Mereka akhirnya pamit. Aku kembali ke mejaku. Duduk merenungi kejadian tadi. Dan sore senduku berubah menjadi sore yang berkecamuk. Banyak sekali pertanyaan yang tak berujung pada hasil akhir. Bagaimana perdebatan mengukuhkan persahabatan. Bagaimana ego justru menjadi perekat. Bagaimana konsep saling melengkapi tanpa mengintervensi itu benar-benar terjadi. Aku bingung.. Tiba-tiba smartphone ku berbunyi. Aku mengenali namanya.
  "Aku udah selesai. Kita jadi ketemu?" Tanyanya. Aku tersenyum dan mengangguk. "Kog diem sih?" Tanyanya kembali. Okey, Aku lupa kalo percakapan ini berperantara sinyal. Bergegas kujawab telpon tersebut dan segera bergerak untuk menemuinya.

Semarang, 7 Desember 2013



Senin, 25 November 2013

Antara Pelancong, Pelacur dan Kedamaian

Leresto Tungdeblang 01.28 wib 15 agustus 2011

Udah pagi. akhirnya bisa online juga. Sebenarnya ini hari off, cuma sudah terlalu bosan dengan aktivitas dirumah. Beberapa hari ini dikantor fungsi gw sebagai GRO benar-benar maksimal. Berbagi kebahagiaan dengan semua customer yang datang. Lebih tepatnya mendistribusikan energi/aura kebahagiaan yang berlebihan kepada yang aura negatifnya begitu mendominasi. Menyenangkan sekaligus menyedihkan terkadang. Terlihat ceria tanpa pernah ada yang tau realita yang ada.Lucu. Beberapa hari ini juga banyak berkomunikasi dengan beberapa orang baru, menemukan beberapa ilmu baru dan trik-trik dalam menjalani kehidupan. Dari sisi quadrant kiri tentunya. Intervensinya cukup menggiurkan. Gw cuma bisa senyum-senyum dan ketawa-ketawa manipulatif doank. konyol. Hari ini, kemarin tepatnya, gw menghabiskan waktu untuk bercinta dengan seluruh isi rumah alias ngumpet di dalam rumah. Hari ini matahari begitu menunjukkan keadigdayaannya, angkuh dan menjilati semua hidrogen cair murni yang ada di permukaan humus dan epidermis. benar-benar bikin ciut nyali dibulan puasa. Hari ini sebenarnya gw pengen ke toko buku dan ngobrol sama beberapa orang pinggiran di kota semarang yang gw kenal. sudah lama tidak melakukannya. Rencana awalnya gw  mau benerin bebe, ke toko buku dan kemudian diakhiri dengan bergosip ria dengan beberapa orang-orang pinggiran di simpang lima, pusat dari kota Semarang.Semuanya gagal gara-gara arogansinya si Matahari, padahal gw juga mau perginya ke Matahari, hmmm, membingungkan ngak?harusnya ngak. Ngomong2, yang punya Matahari itu membayar loyalti kepada pemegang lisensi pencipta kata itu ngak yah? kata untuk menggambarkan sesuatu yang panas, abadi, sebuah bola yang menerangi kehidupan dan kelangsungan hidup semua mahluk hidup. Menurut gw sih ngak. ngak ada yang mikirin sampe segitunya maksudnya. (*^%$#@#$!~*(&^%$#@!0 error)

Otak gw lagi hang nih kayaknya. kita kembali ke perjalanan tadi. Kenapa gw pengen ke toko buku?karena stok buku yang belum dibaca sudah habis. Kenapa gw pengen ke Matahari juga? karena bebe onix gw keytonenya bermasalah. Kenapa gw pengen ngobrol-ngobrol dengan orang pinggiran? karena mereka orang-orang yang menghargai gw apa adanya. Gw tertarik membahas obrolan yang bakal gw lakukan dengan para orang-orang yang terpinggir ini.Selalu ceria mereka, walau mungkin ketika ditanya soal forecast hidupnya mereka juga tidak bisa menjelaskan. Mereka ini terdiri dari beberapa orang yang dulu profesinya menjajakan diri, pencopet, petualang(pekerja buruh), perampok dan beberapa  diantara lainny pengamen. Sekarang profesi mereka rata-rata menjadi penjual pernak-pernik, ada juga yang masih mengamen walaupun mungkin kualitas suara pas-pasan(dari dulu itu mah,red), dan ada beberapa yang menjadi tukang parkir.Gw mengenal mereka ketika dulu gw kuliah, sebagian juga gw kenal ketika gw harus mengumpulkan data analisis kependudukan, sebuah pekerjaan survei dari dosen yang gw lakukan demi mendapatkan tambahan uang.Dulu, ketika gw kuliah proses mengenal mereka ini cukup unik. Yang pertama, ketika gw sering ngamen di simpang lima, bareng beberapa musisi jalanan ekslusif(gw bingung istilahnya apa). Kita sering menyanyikan beberapa lagu-lagu latin dan country. Hasilnya lumayan. Gw bisa bayar kuliah, bisa beli bukunya juga, dan pulang dituntun oleh malaikat isrofil, karena keadaannya sering setengah sadar. Perkenalan lanjutannya adalah ketika gw dikontrak slah satu perusahaan minuman mereka untuk mempromosikan kulkas baru mereka dan beberapa terobosan baru dalam memasarkan produk mereka, cilakanya beberapa idenya itu dicatut dari ide gw.ngak sopan dah. yak, kira - kira seperti itulah awalnya. Gw jadi sering ngobrol, yang awalnya cuma basa-basi karena ngakenak sering dikasih minum dan rokok gratis, sampai akhirnya pada obrolan yang berat mengenai kehidupan. Mereka mulai menceritakan beberapa aspek kehidupan yang pernah mereka jalani. gw sendiri tidak cukup kaget mendengarnya, cuma yang gw kaget, kenapa harus gw yang ketibanan "rejeki" untuk mendengarkan "curhatan" mereka. Berabe nih, alamat telat juga gw kuliah besok jam setengah 7 pagi. mereka mulai menceritakan kejadiaanya yang romannya selalu berawal dari keterbatasan keluarga.

dan gw kebelet. kebelet pipis dan kebelet tidur.lanjut besok ye, bubye. :*
leresto TDB, 02.09.

Titik Balik Persepsi

Pagii...

Barusan beres latian bareng AbsurdNation. Seperti biasa, nongkrong2 nggak jelas di Tungdeblang bersama para sahabat. Indahnya berkeluarga. Banyak tawa di setiap pemaknaan kata-kata.
Lalu kemudian tergelitik untuk kembali menulis, beberapa hal yang sering terlintas namun jarang untuk mampu segera ditorehkan dalam paragraf. Mumpung niat *Padahal bingung sendiri*.

Kemarin sempat ngobrol dengan beberapa sahabatku yang lain, mengenai konsep berfikir. Yang kemudian pada intinya lari kepada konsep dalam berkehidupan. beberapa sahabat mengungkapkan kegelisahan mereka.
Mereka merasa sering terjebak dalam rutinitas. Awalnya sih mereka menikmati, namun lama kelamaan mereka merasa bahwa mereka sudah gak mampu mengontrol itu lagi ( Rutinitas ). di permulaan dalam memutuskan pilihan hidupnya, sahabat-sahabatku ini merasa aneh ketika harus melakukan kegiatan yang sifatnya gak "umum", seperti menjadi musisi, wiraswasta, seniman, pemahat, dan lainnya. Mereka berfikiran bahwa itu adalah kegiatan-kegiatan tak bermasa depan. Selain itu, kegiatan tersebut dipandang sebelah mata oleh para kaum hawa, apalagi kaum "calon mertua".  Pemikiran yang menyedihkan sih, menurutku.
Lama terdiam setelah menulis kalimat terakhir diatas. hehe.. pernah mengalami atau mungkin sering  menghadapi kondisi demikian, sampe sekarang.
Lalu kemudian para sahabat melakukan aktivitas yg umumnya dilakukan oleh temen sabayanya. Bekerja kantoran. ya, sebuah pekerjaan yang selalu dipandang aman karena berangkat pagi, seragam serta fasilitas kantor yg dipandang wah. Dan mereka berusaha menikmatinya, berusaha larut didalamnya. Dalam kurun waktu beberapa bulan, mereka datang kembali menemuiku. menceritakan tentang hal-hal yang menggiurkan. Gaji, fasilitas kantor, dan segala macam glamour yang mereka dapatkan didunianya. Aku tersenyum bahagia, memberi semangat.

Setahun berlalu, mereka kembali. kali ini dengan cerita yg berbeda. semua hal yag disampaikan dulu sirna 180 derajat. kebahagiaan yang dulu berganti menjadi umpatan serta cacian. tak ada lagi isu soal gaji, semua berganti jadi sangsi. tak ada liburan, semua berganti lemburan. tak ada lagi kehidupan glamour, semua berganti menjadi nominal tagihan. aku tetap tersenyum, dan terus memberi semangat.

saya terkadang kurang paham, kehidupan apa yang sebenarnya mereka cari. Hartakah, tahtakah, atau sebatas hura-hura bareng kaum hawa?
Menurutku Sebenarnya semua diawali dari proses mensyukuri apa yang sudah dianugerahkan, dan kemudian berusaha memaksimalkan dengan daya yang ada. Memulai dengan niat, dan mengakhirinya dengan evaluasi diri. Kalo memang rezeki, nggak akan kemana mana kog.
Agak aneh statement diatas, ketika dikaitkan dengan konsep berfikir bisnis. Cuma dengan bersyukur, menjadi satu-satunya cara agar kita tetap bisa fokus dalam apa yang sudah kita putuskan.

Udahan ahh, ngantuknya udah mau ilang. berbahaya. Sampai ketemu secepatnya :))

Selasa, 05 November 2013

I'm Back :))

Haaaaaaiiiiii...

apa kabar dunia? saya yakin masih menyakitkan, namun terus menawarkan kesenangan. namanya juga hidup. Nggak baik kalo cuma sekedar bisa mengeluhkan keadaan, tetapi tidak ada satu solusi pun yg dikedepankan...

ahhh.. aku kangen cerita cerita disini, setelah lebih dari 2 tahun nggak pernah buka.
Mudah-mudah2an jadi awal baru dalam dunia tulis menulis.
Yah, itung2 selingan dalam menyelesaikan tesis saya yang sejauh ini niatnya saja masih berantakan.


tunggu postingan2 selanjutnya yaaaaaa...

Sabtu, 19 November 2011

Walk in




Ketika tiba suatu saat dimana aku berkesempatan untuk bercengkrama dengan daerah ini untuk kesekian kali.., ada beberapa hal yang membuatku kembali berfikir bahwa Tuhan memiliki andil penuh terhadap apa yang terjadi dalam semua kehidupan yang kualami. Dimana semua scene-  scene yang nyaris membahayakan hidupku, seolah tangan-tangan tak terlihat itu selalu mengingatkanku akan apa yang menjadi batas-batas kemampuan manusia.Hal-hal yang sudah kita persiapkan kadang-kadang tidak sesuai dengan tujuan awal yang sudah ditetapkan. Tuhan pun sangat mengerti akan hal itu. Hanya Dia yang mampu dan visioner dalam menentukan kebijakan yang diambil-Nya.Seringkali pada saat-saat tertentu kecemburuanku terhadapNya menggelembung. Mengingat atas kekuasaan absolute yang dimiliki-Nya atas dunia ini. Entah mengapa, aku hanya berfikir, aku tak pernah merelakan air mata dan keringatku disia-siakan oleh kejamnya dunia. Tidak pernah sedikitpun aku berfikir untuk menyerahkan kehidupan dan masa depanku ditangan-tangan robot akademik yang mereka sendiri juga tidak pernah tahu juntrungan dari akhir kehidupannya.


Sungguh sangat tragis, betapa miskin dan rendah sekali pemahamanku mungkin. Tapi itu semua teralir dari alur-alur benturan yang terjadi dimasa lalu, yang menempaku menjadi sesosok yang terkadang liar, tidak terarah, dan cenderung miskin akan lelah.

Hari ini aku menemukan banyak sekali sosok pribadi dengan pancaran mata tajam, penuh pengharapan dan tanpa rasa lelah. Dinginnya kabut pun tak mampu menggoyahkan prinsipnya akan satu hal bahwa tidak ada apapun yang mampu menghentikanku selain diri-Nya. Prinsip ini terus memacu adrenalin mereka untuk menyiapkan lahan-lahan pertanian didalam suhu nyaris 10 derajat celcius, menghiraukan hujan, dan terus tersenyum. Ada sebuah pengharapan, bahwa Tuhan sangat ingin mensejahterakan dirinya. 

Dieng, 26 Desember 2009, 18.07 Wib

nb: sebuah tulisan lama yang kesimpen di note hape.inget banget nulis ini sambil menggigil gara2 baju hangatnya ketinggalan. akhirnya gw pos kan juga dah..  :)

 
bloggerlift elevator terbaik Kontraktor Pameranartsitektur